“Tradisi ini digelar sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya nenek moyang berupa ketupat lebaran. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa memiliki makna ngaku lepat atau mengakui kesalahan yang dilanjutkan dengan saling memberikan maaf,” paparnya.
Menurutnya, tradisi yang mengambil tema “ngapuro ing ngapuro tumuju ing fitri” ini juga sebagai bentuk promosi pariwisata di Kabupaten Klaten. Kegiatan ini juga dimaksudkan sebagai sarana silaturahmi masyarakat dengan Pamong Praja atau unsur pemerintah dalam momen lebaran.
“Kami berharap tradisi ini turut berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar obyek wisata Bukit Sidoguro dan Rawa Jombor,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Klaten, Sri Mulyani menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat yang hadir memeriahkan tradisi syawalan Bukit Sidoguro yang digelar setiap tahunnya. Menurutnya dengan antusiasme masyarakat tersebut, tradisi syawalan yang merupakan warisan nenek moyang ini dapat terus dilestarikan.
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait