GROBOGAN,iNewsBoyolali.id-Di suatu pagi yang masih berselimut kabut tipis di pedalaman Grobogan, Jawa Tengah, seorang wanita paruh baya tampak mengayuh sepeda mini tuanya menyusuri jalanan desa yang becek dan berbatu. Jalur itu bukan sekadar rute harian—ia adalah simbol perjalanan panjang seorang pejuang literasi yang tanpa pamrih memperjuangkan pendidikan untuk masyarakat desa yang nyaris luput dari perhatian negara.
Namanya Inayati, warga Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati. Sehari-hari, ia menjalani profesi sebagai guru honorer di tiga sekolah berbeda: SD Negeri 1 Ngombak, sebuah SMP, dan satu madrasah. Semua ia jalani dengan semangat, meski penghasilan yang didapat hanya sebesar Rp300 ribu per bulan.
“Setiap hari saya berangkat pagi naik sepeda mini, kadang bawa bekal air putih dan roti. Kalau hujan ya tetap jalan. Namanya juga sudah pilihan hidup,” ujar Inayati sambil tertawa kecil, sembari membetulkan tas kain yang selalu ia bawa berisi buku-buku pelajaran dan catatan kecilnya.
Bukan Lulusan Pendidikan, Tapi Dipercaya Mengajar Bahasa Inggris
Inayati bukanlah lulusan fakultas pendidikan. Ia menyandang gelar Sarjana Hukum, namun kemampuannya dalam berbahasa Inggris membuat sekolah mempercayakannya menjadi pengajar mata pelajaran tersebut. Dengan suara lembut namun tegas, ia mengajar anak-anak desa agar berani bermimpi tinggi, menembus batas kampung mereka yang sepi.
“Inayati sudah mengajar sejak tahun 2020. Kami tahu kondisi sekolah kami sangat terbatas, jadi hanya bisa beri honor Rp300 ribu. Tapi ia tak pernah mengeluh,” kata Tatik Budianingsih, Kepala Sekolah SD Negeri 1 Ngombak.
Tak jarang, Inayati mengajar di kelas tanpa fasilitas memadai. Spidol yang nyaris kering, papan tulis kusam, dan ruang kelas yang dipenuhi tempelan kertas dan tulisan menjadi pemandangan sehari-hari. Namun dari tempat seperti inilah, benih perubahan ia tanam.
Inayati Mengajar Bahasa Ingris di SD Negeri Ngombak. Foto : iNews
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait