GROBOGAN,INewsBoyolali-Seorang ketua RT yang juga anggota TNI di Gubug Grobogan, memprotes ketidakterbukaan panitia pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL dalam mediasi antara panitia dengan warga. Ia mempertanyakan pengembalian uang iuran warga yang hingga kini tak kunjung dikembalikan.
Salah satu pengurus RT dan juga selaku anggota TNI sempat menyela pembicaraan panitia PTSL yang duduk di depan forum yang diadakan di kantor balai desa Gubug, Kecamatan Gubug, Grobogan, Jawa Tengah. Ia memprotes ketidakjelasan panitia terkait kapan pengembalian uang pungutan yang telah diterima oleh panitia ke seluruh warga yang ikut dalam program PTSL. Warga yang hadir dalam mediasi terlihat sangat kesal karena merasa dipermainkan oleh panitia.
Tidak adanya informasi terkait selesai atau gagalnya proses pembuatan sertifikat masal membuat warga yang tidak mengetahui menjadi semakin geram. Adu mulut antara warga dengan panitia PTSL pun terjadi. Warga menuntut agar uang iuran yang telah diserahkan ke panitia untuk segera dikembalikan, karena sertifikat yang yang seharusnya sudah jadi dan siap untuk diserahkan ke warga hingga saat ini tidak kunjung selesai untuk diserahkan.
“Uang yang dikembalikan itu berapa sesuai kwitansi atau sesuai pengeluaran? Kita sepakati dulu. Kasihan warga yang sudah bertahun-tahun nunggu sertifikat tidak kunjung jadi dan malah keluar uang banyak,” tegas salah satu anggota TNI yang menjadi pengurus RT.
Sementara itu, panitia PTSL Desa Gubug, ngotot menolak untuk mengembalikan secara utuh. Uang tersebut akan dipotong sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah per sertifikat sebagai pengganti biaya operasional selama ini.
“ Saya tegaskan sekali lagi uang iuran tidak bisa dikembalikan secara utuh dan akan kita potong dua ratus lima puluh ribu rupiah untuk biaya operasional, “ucap Hadi Santoso, mantan kades Gubug.
Anisa, bendahara PTSL desa gubug, grobogan, jawa tengah, menjelaskan bahwa saat itu ada sekitar tiga ratus warga yang mendaftarkan untuk ikut dalam program ptsl, namun belum terselesaikan. Karena sebagian besar sudah bersertifikat sehingga tidak bisa diproses oleh pihak badan pertanahan nasional.
“Untuk uang yang disetorkan warga ke saya sudah saya serahkan ke pak Sekdes, ada kok kwitansinya senilai lima ratus ribu rupiah. Kalau uang selebihnya itu saya tidak tahu kalau diserahkan ke siapa. Jadi saya hanya membantu pak Sekdes waktu itu dan saya sudah purna atau pensiun,” jelas Anisa.
Uang yang telah diterima oleh bendahara kemudian diserahkan ke sekretaris dengan dengan bukti kwitansi penyerahan senilai lima ratus ribu rupiah. Warga mengaku selain ditarik uang iuran oleh bendahara desa sebesar lima ratus ribu rupiah, mereka juga ditarik iuran oleh panitia PTSL lainnya dengan nominal antara satu juta hingga dua setengah juta rupiah tanpa kwitansi dengan alasan untuk mempercepat proses pembuatan sertifikat.
“ waktu itu saya sudah nyerahin uang satu juta ke panitia PTSL dan hanya diberi kwitansi dengan nominal lima ratus ribu rupiah saja. Sampai sekarang sertifikat tidak kunjung ada kabar. Dan saya minta uang untuk dikembalikan,” tegas Jumiran, warga Gubug.
“ Ini ada data warga yang nyerahin uang ke saya untuk diserahkan ke pak Carik. Rata satu juta ada juga yang dua juta lebih, tergantung jumlah tanah yang akan disertifikatkan.
Suasana kembali reda setelah mantan kepala desa yang juga selaku penanggung jawab pelaksanaan program sertifikat masal, berjanji akan segera mengembalikan pada akhir desember dua ribu dua puluh empat mendatang.
“Kami berjanji akan kembalikan uangnya nanti tanggal dua puluh desember dua ribu dua puluh empat mendatang, catat dan ingat omongan saja,”ucap Hadi
Editor : Tata Rahmanta