SOLO, iNewsBoyolali.id – Mengutip hasil survei Mata Air Foundation bersama Alvara Risearch Center yang dirilis pada tahun 2017 lalu, H. Rahmat Da’wah, SH.MM. menyebut, 46,7 % mahasiswa dan pelajar telah bersiap untuk menegakkan kembali berdirinya negara Islam atau khilafah. Bahkan diprediksikan bahwa di tahun 2023 sekarang ini, data generasi milineal yang mendukung berdirinya khilafah sudah bertambah menjadi lebih dari 50 %.
“Tahun ini mungkin sudah bertambah, sehingga lebih dari 50 persen generasi muda, mahasiswa dan kalangan pelajar ikut mendukung negara khilafah. Kalau tidak segera dilakukan langkah-langkah pencegahan, Indonesia bisa hancur,” kata Pembina Gerakan Masyarakat Peduli Tanah Air (Gempita) Jawa Tengah, Rahmat Da’wah, dalam Seminar Kebangsaan yang digelar di Hotel Kusuma Sahid Solo, hari Senin (25/9/2023) kemarin.
Seminar dibuka oleh Analis Kebijakan Ahli Muda Bidang Ideologi dan Wawasan Kebangsaan Kesbangpol Jateng, Widi Nugroho. Ikut menyampaikan gagasan pula, yaitu Pembina Kampung Pancasila, Akhmad Robani Albar, SH. MH.
Alasan kenapa para generasi muda ikut mendukung khilafah, bahkan sudah ada yang terpapar paham terorisme, Rahmat menjelaskan, salah satunya karena pemahaman keagamaan mereka tidak lengkap.
“Padahal Nabi Muhammad SAW, seusai perang badar menyatakan, jihat terbesar bukan menghancurkan orang lain, tapi jihat melawan hawa nafsu pribadi kita sendiri,” ujarnya.
Dia menambahkan, penyebab di Indonesia bukan hanya akibat pemahaman keagamaan yang tidak lengkap. Namun bisa juga karena faktor lain seperti kemiskinan, salah bergaul, pengangguran, masalah kenegaraan, ketidakadilan, dan ketidaktahuan masyarakat terhadap penyimpangan-penyimpangan organisasi.
Mencegah paham radikalisme, terorisme dan intoleransi, menurut Rahmat Da’wah bukan tanggung jawab pemerintah ataupun aparat keamanan semata. Kalangan masyarakat juga perlu dijadikan sebagai ujung tombak dalam upaya menjaga keutuhan NKRI, nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 serta Bhineka Tunggal Ika.
“Telah kita ketahui bersama, terorisme, radikalisme dan intoleransi bukan hanya karena pemahaman keagamaan yang tidak lengkap. Tapi juga karena kemiskinan, salah bergaul, pengangguran, masalah kenegaraan atau politik, ketidak adilan dan ketimpangan, dll”, ujarnya.
Sementara, penggagas Kampung Pancasila, Achmad Robani Albar SH, MH dalam kesempatan sama menyatakan, untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme, intoleransi ataupun terorisme harus selalu mengkampanyekan ke masyarakat tentang mencintai Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI harga mati.
“Menjaga NKRI itu hukumnya wajib bagi kita, warga negara Indonesia. Kenapa harus dijaga? Itu karena kita semua sudah pada paham tentang rongrongan dari para penganut faham radikalisme, intoleransi, ataupun terorisme. Faham-faham tersebut sebenarnya merupakan politik adu domba,l sehingga harus kita waspadai. Sebaliknya, apabila kita sebagai anak bangsa koq tidak peduli dan mudah diprovokasi, maka kasus-kasus seperti terjadi di Timur Tengah atau di negara-negara Islam yang lagi bergejolak, maka aliran-aliran tersebut juga bisa menjalar ke Indonesia. Maka, tugas kita sebagai anak bangsa yang cinta NKRI harus selalu mengkampanyekan, agar semua warga tetap mencintai Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945” tandasnya.
Sebelum seminar dibuka, aktivis Gerakan Masyarakat Peduli Tanah Air (Gempita) Jawa Tengah mendeklarasi untuk tetap ikut menjaga keutuhan NKRI, nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, serta Bhineka Tunggal Ika.
Ormas ini juga mendukung terwujudnya Pemilu 2024 yang kondusif, aman, tertib, damai, berintegritas, tanpa hoax, dan bebas politisasi SARA.
Editor : Tata Rahmanta