BOYOLALI, iNewsBoyolali.id - Sri Sulastri, seorang pembatik tuna wicara dari Boyolali, Jawa Tengah tampil di World Expo 2025 Osaka. Melalui goresan malam di atas sehelai kain putih, ia memperkenalkan seni batik Indonesia langsung kepada masyarakat Jepang.
Memperkenalkan seni batik ke masyarakat di Negeri Sakura, merupakan pengalaman pertama untuk Sri Sulastri. Meskipun bukan duta budaya dari universitas ternama atau desainer terkenal, Sri Sulastri sangat percaya diri ketika menggoreskan motif batik penuh makna. Ia menjadi pusat perhatian karena tampil di atas panggung Paviliun Indonesia.
Dalam momen Cultural Performance, Sri memegang canting seperti seorang seniman memegang kuas. Puluhan pengunjung yang mayoritas warga Jepang, mengamati secara seksama gerakan tangan Sri Sulastri dengan penuh minat. Bahkan lima pengunjung di antaranya ikut mencoba mengkuaskan canting.
Aktivitas pembatik di tengah kemajuan teknologi dan kesibukan Osaka, seolah membuat waktu berjalan lebih lambat. Membatik seakan mengajak setiap orang kembali mengenali akar-akar budaya yang dalam dan lembut.
Bagi Sri, perjalanan ke Jepang adalah sebuah lompatan besar. Bukan sekadar berpindah negara, tapi juga berpindah dari ruang-ruang sunyi yang dulu sering diisi dengan penolakan, ke panggung internasional yang memberinya tempat dan tepuk tangan.
Perjalanan Sri tidak mudah. Bahkan, ia baru memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) di usia 41 tahun karena butuh untuk naik pesawat. Meskipun tak pernah mengenyam pendidikan formal, semangatnya tak pernah padam.
Bergabung dengan kelompok Srikandi Patra pada 2017 menjadi titik balik baginya untuk menguasai keterampilan membatik yang kini menjadi kebanggaannya. Ia memulai saat belum punya pekerjaan dan tak memiliki keterampilan. Berada di kelompok itu, ia menemukan bukan hanya teknik membatik, tetapi juga rasa percaya diri.
Srikandi Patra bukan komunitas biasa. Diinisiasi Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah sebagai bagian dari program pemberdayaan difabel. Kelompok ini terdiri atas tujuh penyandang disabilitas dengan latar belakang yang beragam—dari tuna daksa hingga tuna grahita— bersama 3 relawan pengurus, yang semuanya bersatu dalam semangat untuk berkarya.
Pemberdayaan yang dilakukan Pertamina sejalan dengan pelaksanaan SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) terutama poin 10 yaitu tentang pengurangan kesenjangan, menekankan pentingnya partisipasi penuh penyandang disabilitas dalam semua aspek pembangunan.
Mereka tidak hanya belajar membatik, tapi juga belajar membangun kelembagaan, menjalin kemitraan dengan desainer muda, hingga menghadiri expo UMKM di berbagai kota di Indonesia. Mereka bahkan menciptakan motif khas Kabupaten Boyolali, “Lembu Patra”, yang terinspirasi dari sapi sebagai simbol kemakmuran daerah mereka, dan telah diakui secara resmi oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui sertifikat Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 2019.
Meski perjalanan mereka tidak mudah, tapi dengan konsistensi dan semangat, mereka menembus batas-batas itu. Bahkan, upaya mereka diakui dunia melalui penghargaan internasional seperti The CSR Excellence Awards di London dan The Global CSR Awards untuk kategori program inklusif terbaik. Dan kini, tampil di World Expo Osaka menjadi bukti nyata bahwa karya mereka bukan hanya layak, tapi juga memukau.
Sri mengaku takjub dengan kerapihan pelaksanaan expo di Jepang.
“Semuanya tertata, terorganisasi, sangat disiplin,” ungkap Sri melalui bahasa isyarat.
Sementara dibalik kekaguman terhadap sistem, mereka juga membawa pulang sebuah keyakinan bahwa apa yang selama ini mereka kerjakan di Boyolali—yang mungkin tampak kecil dan sederhana—sebenarnya mampu bersanding di panggung dunia.
Bagi Sri dan pendampingnya perjalanan ini bukan akhir, tapi awal dari lembar baru yang lebih luas. Ia ingin agar kisahnya menjadi penyemangat bagi difabel lain. Bahwa keterbatasan bukan akhir dari segalanya. Bahwa membatik bukan hanya tentang corak dan warna, tapi tentang keberanian untuk membuktikan bahwa siapa pun—dengan segala keterbatasannya—berhak untuk berkarya, diakui, dan dihargai.
Di atas kain putih yang dibawa dari Boyolali, Sri menuliskan satu per satu garis motif dengan malam yang hangat. Setiap titik, setiap lengkungannya, adalah jejak harapan. Di Osaka, harapan itu tidak hanya digariskan dengan canting dan malam, tapi juga dengan keberanian untuk melampaui batas, dan keberanian untuk bermimpi lebih jauh lagi.
Area Manager Commrel & CSR Pertamina Jateng DIY Taufiq Kurniawan mengatakan bahwa keikutsertaan Srikandi Patra dalam kegiatan World Osaka Expo merupakan inisiasi dari Pertamina Group yang memberangkatkan difabel program CSR Pertamina se-Indonesia untuk tampil di ajang tersebut.
“Srikandi Patra merupakan program CSR Terminal BBM Boyolali yang kita bina selama 2017-2022 dan sudah kami mandirikan, namun kami tetap memberikan peluang kepada kelompok tersebut salah satunya dengan memberangkatkan ke pameran level internasional. Harapannya nanti akan berkembang menemukan channelnya sendiri bisa pameran di event-event multinasional lainnya,” ujar Taufiq.
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait