BOYOLALI – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah Unit usaha yang dimiliki oleh masyarakat baik perorangan maupun perkelompok dalam skala kecil dan menengah. UMKM memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam mendukung bangkitnya perekonomian di Indonesia. Hari ini banyak kita temui berbagai macam UMKM di sekitar kita.
Sayangnya, UMKM masih mendapatkan banyak tantangan dari berbagai aspek. Salah satunya dalam hal perpajakan. Pajak memang diperlukan oleh pemerintah sebagai pendapatan negara yang kemudian digunakan untuk pembangunan di Indonesia. Yang memprihatinkan adalah ketika pajak yang dikenakan kepada pelaku UMKM begitu tinggi, hingga membebaninya.
Hal ini dapat kita lihat dari isu tutupnya UMKM Pengepul Susu Sapi yang bertempat di kabupaten Boyolali. Mbah Pramono (67) sebagai pemilik usaha memutuskan untuk menutup usahanya yang telah menaungi 1.300 peternak sapi, karena pajak yang dikenakan atas usahanya melambung tinggi mencapai sekitar Rp 671 juta rupiah. Hal tersebut berujung pada pemblokiran rekening banknya pada Oktober 2024, dengan alasan beliau menunggak pajak. Padahal beliau mengaku telah membayar pajak setiap tahun ke Dinas Perpajakan Kabupaten Boyolali senilai 5 juta per tahun, sejak beliau memulai usahanya pada tahun 2015.
Beliau meminta tolong kepada pegawai pajak untuk menghitung beban pajaknya. Hal itu berlanjut hingga 2019. Sejak saat itu beliau tidak pernah mendapat panggilan dari kantor pajak, sehingga beliau mengira bahwa pajaknya sudah selesai dan sudah dipotong dari hasil penjualannya.
Akan tetapi pada 2021 Mbah Pramono tiba – tiba dipanggil oleh KPP Pratama Solo dan diminta membayar tunggakan pajak dari tahun 2018 sebesar 2 Miliar Rupiah, setelah terjadi penawaran akhirnya Mbah Pramono diminta membayar sebesar 670 juta. Beliau lalu diajarkan cara menghitung pajaknya, pada tahun 2018 beliau tetap membayar 5 juta, pada 2019 beliau dikenakan beban pajak 75 juta dan pada 2020 beliau mengaku ditawari membayar 200 juta supaya urusannya dianggap selesai. Beberapa bulan setelah beliau membayar sebesar 200 juta, beliau dipanggil kembali untuk tanda tangan penyelesaian dengan membayar tagihan yang hampir sama yaitu 671 juta. Nominal tersebut terhitung sangat besar bagi pengusaha UMKM seperti Mbah Pramono. Beliau pada akhirnya memutuskan untuk menyerah pada usahanya karena tidak kuat membayar pajak.
Rencana ditutupnya usaha yang telah berperan sebagai sumber penghasilan masyarakat dan penggerak ekonomi tersebut, menyebabkan dampak yang signifikan terhadap perekonomian di masyarakat khususnya di daerah Boyolali. Sebagai bagian dari masyarakat saya merasa hal tersebut dapat menjadi masalah serius yang dapat menyebabkan perekonomian memburuk. "Ya yang paling banyak kebingungan peternak, yang kedua karyawan, yang ketiga ya saya tho. Saya walaupun biasa-biasa tapi ya tetap bingung tho, wong namanya usaha 19 tahun hancur satu kali pukul tho," ungkap Pramono saat ditemui di rumahnya, Rabu (6/11/2024).
Selain karena pajak, pemberlakuan pembatasan Industri Pengolahan Susu (IPS) lokal juga menjadi salah satu faktor memburuknya perekonomian dalam usaha susu sapi lokal. Ditambah permasalahan tentang kebijakan pemerintah yang membuka kembali sektor impor susu. Kebijakan – kebijakan pemerintah tersebut tampaknya menjadi hambatan bagi para pelaku UMKM khususnya dalam industri susu sapi lokal untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha mereka.
Permasalahan ini berbuntut panjang hingga menyebabkan aksi protes peternak dan pengepul susu sapi di Boyolali pada Sabtu (9/11/2024). Aksi tersebut dimulai di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali dan dilanjutkan di Tugu Susu Tumpah dan TPA Winong. Mereka terpaksa membuang sisa susu sapi yang sudah tidak layak konsumsi, setelah membagikan susu yang masih layak secara gratis kepada warga karena tidak ada lagi yang menyerap susu hasil ternak dan pengepulan mereka.
Sriyono Bongol (Pengurus KUD Mojosongo) menerangkan bahwa adanya pembatasan serapan susu sapi lokal menyebabkan banyak susu sapi yang tidak terserap dan akhirnya menumpuk di Koperasi maupun Unit Desa (UD). Beliau juga menyebutkan bahwa, kerugian akibat pembatasan ini dapat mencapai Rp 400 juta rupiah. Hal ini diperburuk dengan dibukanya impor susu.
Menghadapi kenyataan tersebut saya sebagai pelajar merasa miris, pemerintah seharusnya memikirkan semua pihak sebelum memutuskan berbagai kebijakan baik masalah pajak, pembatasan industri susu, impor maupun kebijakan lain. Akan lebih baik jika pemerintah membantu agar usaha tersebut dapat berkembang secara luas sehingga dapat menyerap tenaga kerja lokal sehingga dapat mengurangi pengangguran, juga membantu majunya perekonomian dan memenuhi kebutuhan gizi untuk generasi penerus bangsa.
Selain pertimbangan yang baik, saya sebagai pelajar merasa bahwa transparansi pemerintah dalam mengelola pajak perlu diperbaiki. Apalagi ketika mengingat keterangan Mbah Pramono yang telah membayar pajak setiap tahun, tetapi dihitung sebagai pelaku umkm yang menunggak pajak. Mbah Promono juga seharusnya mendapatkan pendampingan setiap beliau melakukan pembayaran pajak. Pendampingan diperlukan untuk membantu para wajib pajak memahami besaran pajak yang harus mereka bayarkan. Pemerintah juga wajib memberikan bukti atas pembayaran tersebut supaya tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.
Disamping itu menurut pendapat saya sebagai Mahasiswa, alasan tentang kurangnya kualitas susu sapi lokal seharusnya bukan diatasi dengan pembatasan industri, tetapi dengan memberikan fasilitas dan pendampingan agar kualitas susu sapi lokal menjadi lebih baik sesuai standar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia terutama bagi generasi muda. Sehingga kalimat “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” tidak hanya sekedar untaian kata, melainkan dapat kita rasakan secara nyata.
Akan tetapi kita juga tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pemerintah. Sebagai generasi penerus bangsa, kita dapat melakukan dukungan melalui tindakan – tindakan yang mungkin terlihat sepele. Salah satunya membeli produk olahan susu lokal atau mempublikasikan produk olahan susu sapi dari produk UMKM. Disamping itu, sebagai bagian dari masyarakat yang mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan, kita dapat ikut andil dalam memberikan inovasi tentang pengolahan susu yang sudah tidak layak minum menjadi produk olahan baru yang dapat dikonsumsi dengan aman. Selain itu sebagai generasi yang hidup di era perkembangan teknologi yang begitu pesat, maka kita harus memanfaatkan teknologi tersebut dengan optimal.
Meski begitu, pemerintah tetap berkewajiban menangani masalah ini. Sebagai bentuk dukungan terhadap pelaku UMKM, sudah seharusnya masalah ini dikaji ulang. Kebijakan yang menghambat berkembangnya UMKM di Indonesia harus direvisi supaya perekonomian dalam negeri bangkit kembali. Harapannya masalah ini dapat segera diselesaikan dan usaha milik Mbah Pramono dapat beroperasi kembali. Tidak hanya UMKM milik beliau, tetapi juga UMKM lain yang sedang berkembang dan terkendala kebijakan dari pemerintah yang merugikan banyak pihak. Karena peran dan manfaat dari UMKM sangatlah berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia.
Essay_Athifah Amani Nengrum_242121018
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait