get app
inews
Aa Text
Read Next : Ungguli Kampus Lain, Mahasiswa UMS Samiyem Melaju ke Pilmapres Nasional 2025

Bukan Aphelion, Ini Penyebab Suhu Dingin "Bediding" di Jawa Menurut Pakar UMS

Jum'at, 18 Juli 2025 | 16:24 WIB
header img
Dosen Fakultas Geografi UMS Drs Yuli Priyana, M.Si. Foto: Ist.

SOLO, iNewsBoyolali.id - Fenomena suhu dingin atau yang sering disebut bediding kini sedang melanda Pulau Jawa dan sekitarnya. Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Drs Yuli Priyana, M.Si mengungkapkan bahwa ini adalah fenomena yang biasa terjadi di setiap tahun.

“Fenomena bediding yang kita rasakan saat ini biasa terjadi di musim kemarau pada bulan Juli hingga September,” kata Yuli Priyana melalui keterangan tertulis Jumat (18/7/2025).

Banyak warganet yang mengaitkan fenomena bediding dengan fenomena aphelion. Namun dosen UMS itu menyebut bahwa fenomena bediding dan aphelion tidak berkaitan. Sebab karena aphelion tidak memberikan dampak yang signifikan pada perubahan suhu ini. 

“Fenomena bumi menjauh dari bumi atau yang sering disebut dengan aphelion, tidak memiliki dampak signifikan pada fenomena bediding ini,” ungkap Yuli.

Dikatakannya, perubahan perbedaan suhu di musim kemarau membawa dampak bagi kesehatan masyarakat. Udara dingin menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga lebih rentan terserang penyakit.

“Manusia memiliki beragam mikroorganisme yang berperan menjaga keseimbangan, namun efektivitasnya tetap bergantung pada daya tahan tubuh. Jika daya tahan tubuh melemah maka tubuh akan mudah sakit,” tambahnya.

Sebagai penutup, ia memberikan saran kepada masyarakat untuk tetap menjaga daya tahan tubuh.

“Menghadapi fenomena bediding, dianjurkan untuk menggunakan pakaian hangat, menjaga pola makan dan mengkonsumsi minuman yang hangat,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, fenomena bediding terjadi karena dipicu oleh Angin Timuran dari Australia.

Angin Monsun/Muson tercipta karena musim dingin di Australia. Angin dingin ini bergerak ke arah Indonesia terutama di Pulau Jawa bagian selatan, terutama di wilayah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa, Bali.

Pada bulan Juli-September, posisi matahari cenderung menyinari bumi bagian utara yang menyebabkan wilayah bumi bagian utara akan mengalami musim panas dengan suhu yang lebih tinggi. Sebaliknya dengan belahan bumi selatan yang akan mengalami musim dingin dengan suhu yang lebih rendah, seperti yang terjadi di Australia lantaran kurang paparan sinar matahari. 

Australia saat ini sedang mengalami musim dingin. Suhu yang lebih rendah menyebabkan tekanan udara di Australia menjadi tinggi. Berbeda dengan wilayah Indonesia yang memiliki suhu yang tinggi dengan tekanan udaranya lebih rendah.

Angin bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah. Akibatnya, udara dari Australia bergerak menuju wilayah dengan tekanan rendah melewati wilayah Indonesia. Ini sebabnya fenomena bediding banyak dirasakan pada wilayah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa dan Bali.

Faktor lain yang menyebabkan bediding di pagi hari adalah keberadaan awan. Saat matahari terik di musim kemarau, langit nampak cerah tanpa adanya awan. Akibatnya, radiasi matahari langsung jatuh bumi. 

Sedangkan saat malam hari, karena minimnya awan, panas yang tersimpan di bumi cepat lepas ke atmosfer yang mengakibatkan udara malam menjadi lebih dingin. Bahkan hingga pagi hari, udara dingin masih terasa. 

Editor : Tata Rahmanta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut