YOGYAKARTA, iNewsboyolali.id - Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2025 tentang Kepariwisataan telah disahkan sebagai regulasi baru pembangunan pariwisata nasional. Di Borobudur Highland, regulasi ini diterjemahkan menjadi aksi nyata melalui penguatan peran masyarakat lokal dalam ekosistem pariwisata berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan ini menandai pergeseran besar arah pembangunan pariwisata Indonesia. Dari sekadar industri menjadi ekosistem yang inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat lokal. Aspek mitigasi bencana juga ditegaskan sebagai bagian penting dalam pengelolaan destinasi, terutama di kawasan wisata berbasis alam.
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri menyatakan, UU Kepariwisataan yang baru memberikan peluang besar bagi pelaku usaha pariwisata untuk berkembang lebih sehat dan berdaya saing. Pemerintah pusat dan daerah, memiliki dasar hukum yang lebih kuat untuk memberikan insentif kepada pelaku usaha.
“Insentif ini dapat berupa insentif fiskal seperti keringanan pajak daerah atau fasilitasi pembiayaan, serta insentif non-fiskal berupa kemudahan perizinan dan dukungan promosi,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/12/2025).
Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB), sebagai satuan kerja di bawah Kementerian Pariwisata berkomitmen untuk mengimplementasikan UU Kepariwisataan ke dalam program dan kebijakan pengembangan kawasan Borobudur Highland.
“Borobudur Highland dirancang sebagai kawasan wisata berkelanjutan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat,” ujar Direktur Keuangan, Umum, dan Komunikasi Publik BPOB, Yusuf Hartanto.
Borobudur Highland mengusung konsep wisata alam, budaya, dan petualangan yang secara aktif melibatkan masyarakat lokal. Warga menjadi pemasok kuliner, fasilitator atraksi wisata, pendukung pengelolaan akomodasi, hingga penyedia suvenir khas daerah.
“Kami selalu sediakan ruang bagi pelaku UMKM untuk memamerkan dan memasarkan produk untuk mendorong ekonomi lokal,” katanya.
BPOB memandang perlu adanya penguatan kapasitas dan kompetensi support system pariwisata agar semakin kompetitif dan berkelanjutan. Pada tahun 2026, BPOB akan memberikan fasilitasi, pembinaan, dan pendampingan usaha kepada delapan desa penyangga Borobudur Highland.
“Kegiatan ini mencakup penguatan produk pariwisata, legalitas usaha, hingga strategi pemasaran baik secara offline maupun online. Dampaknya nanti pada penguatan citra kawasan Perbukitan Menoreh dan Borobudur Highland sebagai destinasi wisata unggulan berbasis komunitas,” katanya.
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait
