Mengajar mata kuliah Game Edukasi, Kirman mengibaratkan gim seperti makanan. Jika berlebihan, dampaknya bisa negatif. Misalnya, kecanduan atau enggan beraktivitas fisik. Ia pun menegaskan pentingnya penyesuaian konten gim dengan usia pemain.
“Untuk anak-anak, konten yang aman adalah memiliki rating all ages atau semua usia dan tetap dalam pendampingan orang tua. Untuk orang dewasa juga perlu batasan juga, kalau terlalu lama juga sama akibatnya,” kata dia.
Kirman menilai, gim juga memiliki sisi positif, seperti melatih kreativitas dan keterampilan problem solving. Roblox, misalnya, memberi ruang virtual untuk menjelajah dan berkreasi. Namun, sisi negatif seperti kecanduan atau berkurangnya aktivitas fisik tetap harus diwaspadai.
“Yang paling penting sebenarnya adalah pendampingan orang tua itu yang memiliki peran sangat penting. Untuk membatasi bermain game, durasinya. Bahkan game edukasi pun kalau terlalu lama juga kurang baik. Jadi harus ada batasan durasinya, konten-konten yang dibuat sebaiknya juga yang tidak mengandung kekerasan,” tegasnya.
Menurutnya, pembatasan durasi bermain gim penting karena secara desain, gim dibuat untuk membuat pemain terus terlibat dan sulit berhenti. Selain peran orang tua, Kirman juga menyoroti pentingnya literasi digital untuk anak-anak. Literasi ini memberi pemahaman bahwa apa yang terjadi di dalam gim tidak boleh ditiru di dunia nyata, serta pentingnya etika dalam interaksi virtual.
“Mereka juga harus ada wawasan mengenai bahwa tetap ada etika, artinya tidak benar-benar bebas. Artinya mungkin harus memerhatikan psikologis pemain lain. Harus ada penjelasan kepada anak-anak bahwa yang di dalam game ini tidak benar-benar nyata dan harus bisa memilih mana yang baik dan yang benar, dan ini harus ditanamkan juga ke anak-anak,” pungkasnya.
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait