Alpha Febela Priyatmono, Sosok Arsitek di Balik Revitalisasi Kampoeng Batik Laweyan Solo

AW Wibowo
Ir Alpha Febela Priyatmono, M.T., dosen Arsitektur UMS. Foto: Ist.

SOLO, iNewsBoyolali.id -  Kampoeng Batik Laweyan merupakan salah satu kawasan batik tertua di Indonesia. Kampung Batik Laweyan kini bahkan menjadi salah destinasi wisata unggulan di Kota Solo. 

Pada tahun 1970-an, batik Laweyan sempat meredup seiring perkembangan zaman yang semakin modern. Selanjutnya di tahun 2004, muncul gagasan untuk gerakan revitalisasi kawasan Laweyan. Sosok di balik geliat  pelestarian kawasan ini adalah Ir Alpha Febela Priyatmono, M.T., dosen Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). 

Dia juga menjabat sebagai Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL).  Gagasan untuk pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dijalankan bersama komunitas setempat. 

“Kampung Laweyan memiliki sejarah panjang, bahkan 250 tahun lebih tua dari berdirinya Kota Solo dan Yogyakarta. Ini bukan sekadar kampung, tapi bagian dari cikal bakal Dinasti Mataram Islam,” kata Alpha, Jumat (4/7/2025).

Dari warisan budaya dan arsitektur Jawa kuno, kawasan ini dulunya merupakan pusat industri batik dan perdagangan yang memiliki pengaruh ekonomi signifikan di masa kolonial. Namun memasuki era modern, kejayaannya mulai memudar. Banyak rumah tradisional ditinggalkan, industri batik menurun drastis, dan identitas kawasan perlahan tergerus.

Sebagai akademisi yang fokus pada desain perkotaan, Alpha menyadari pentingnya membangkitkan kembali semangat kewirausahaan lokal, sekaligus melestarikan kawasan warisan budaya. Ia ditunjuk menjadi koordinator Kampung Batik Laweyan tahun 2004, meskipun pada saat itu dia bukan berasal pelaku batik aktif. 

“Sebagai arsitek, saya melihat bahwa membangkitkan kawasan ini bukan hanya dari sisi industri batiknya saja, tapi juga melalui pendekatan urban desain, menghidupkan kembali ruang, tata kota, dan nilai-nilai budaya yang melekat,” ujarnya.

Alpha menjelaskan, karakter arsitektur Kampung Laweyan mencerminkan perpaduan antara rumah tradisional Jawa dengan pengaruh gaya arsitektur Eropa, seperti art deco pada masa kolonial. Tata ruang rumah-rumah lama masih mempertahankan elemen khas seperti pendopo, senthong, dan gandok.

Dalam proses revitalisasi, FPKBL tidak hanya berfokus pada estetika kawasan, tetapi juga menjadikannya sebagai kawasan ramah lingkungan dan wisata edukatif berbasis budaya. Hal ini dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak, termasuk WWF Indonesia, RSPO, dan Apical, untuk mengembangkan produk batik ramah lingkungan.

“Kami ingin menjadikan Laweyan sebagai smart kampoeng dengan misi eco-culture creative kampoeng. Tidak hanya batik yang berkelanjutan, tapi seluruh aspek lingkungan kawasan juga harus mendukung. Mulai dari penggunaan lilin berbahan dasar sawit, pemanfaatan energi surya, hingga penerapan wisata kreatif berbasis budaya,” jelas Alpha.

Tak hanya membangkitkan Laweyan, Alpha juga memperluas inisiatif ke kawasan-kawasan lain di sekitar Solo. Ia memperkenalkan konsep track wisata batik sebagai jalur pengembangan kawasan berbasis identitas budaya.

Salah satu inisiatifnya adalah membangun workshop edukasi batik nila di kawasan Gonilan, dekat kampus UMS. Kawasan ini dikenal sebagai penghasil pewarna alami dari tanaman Indigofera. Kawasan ini digagas menjadi kampung kreatif sekaligus embrio Islamic village yang terintegrasi dengan nilai-nilai keberlanjutan dan budaya Islami.

Tak berhenti di situ, ia juga menggagas pengembangan kawasan Widan sebagai kampung gerabah batik yang menggabungkan potensi kerajinan lokal dengan motif-motif batik khas.

“Bagi kami, Laweyan bukan titik akhir. Ini adalah titik awal untuk membangkitkan kembali kekuatan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal dan keislaman, yang bisa ditiru dan dikembangkan di tempat lain,” tegasnya.

Di lingkungan kampus, kolaborasi juga terus diperkuat. Pusat Studi Pengembangan Batik UMS telah berdiri dan dirancang menjadi pusat riset batik ramah lingkungan yang terhubung dengan masyarakat.

Dalam visi besarnya, Alpha membawa gagasan “Barokah Creative Tourism” yaitu konsep pariwisata kreatif yang tidak hanya mengandalkan nilai komersial, tapi juga menghadirkan kebaikan dan keberkahan bagi masyarakat serta mendekatkan pada nilai-nilai spiritual.

“Apapun yang kami lakukan, semoga tidak hanya membawa manfaat duniawi, tetapi juga menjadi jalan menuju keberkahan. Laweyan harus menjadi contoh pengembangan kawasan yang tidak hanya lestari dan kreatif, tetapi juga barokah,” pungkasnya. 

Editor : Tata Rahmanta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network