BOYOLALI, iNewsBoyolali.id – Warung makan legendaris sego tumpang lethok milik Pak Suprih di Jalan Profesor Soeharso, Suyudan, Kiringan, Boyolali, Jawa Tengah, masih bertahan sejak pertama kali berdiri pada tahun 1984. Meski zaman terus berganti, cita rasa kuliner khas ini tetap digemari dan tak pernah sepi pengunjung.
Terletak di pinggiran Kota Boyolali, warung ini buka setiap hari mulai pukul 05.00 hingga 15.00 WIB. Dalam sehari, warung ini mampu menjual hingga 200 hingga 300 bungkus sego tumpang lethok, terutama saat akhir pekan atau hari libur.
Uniknya, pengunjung yang datang tidak perlu repot memesan kepada pemilik warung. Semua makanan sudah tersedia dalam wadah-wadah besar yang bisa langsung diambil oleh pelanggan. Sistem ini membuat pelayanan menjadi lebih praktis dan cepat.
Selain sego tumpang lethok, warung ini juga menyediakan aneka gorengan serta minuman susu segar khas Boyolali. Menu sego tumpang lethok sendiri terdiri dari nasi, gudangan (sayuran rebus), tahu, dan kuah lethok—olahan berbumbu dari tempe semangit (tempe bosok) yang dihancurkan. Seporsi nasi tumpang lethok dibanderol seharga Rp 7.000, sedangkan susu segar juga seharga Rp 7.000. Untuk gorengan, harga berkisar antara Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per biji.
Murti (45), salah satu pelanggan setia, mengaku telah menjadi pelanggan sejak duduk di bangku SMA. Ia menyebutkan bahwa selain rasanya yang cocok dengan lidah orang Boyolali, sistem penyajian dengan daun pisang dan sistem ambil sendiri menambah daya tarik warung ini.
“Dari dulu saya sudah cocok dengan rasa tumpang lethok di sini. Awalnya harganya Rp 2.000, sekarang memang naik jadi Rp 7.000, tapi rasanya tetap enak,” ungkapnya, Senin (16/6/2025).
Murti juga mengaku selalu merindukan susu segar yang menjadi pelengkap makanannya. “Dulu susunya cuma Rp 2.000, sekarang sudah Rp 7.000. Tapi tetap saya cari kalau pulang ke Boyolali,” tambahnya.
Pemilik warung, Suprih, mengatakan bahwa pelanggan tidak hanya datang dari wilayah Boyolali saja, tetapi juga dari kota-kota lain seperti Klaten, Solo, Salatiga, hingga Semarang.
“Kalau hari biasa rata-rata habis 200 bungkus. Tapi kalau hari libur bisa sampai 300 bungkus. Banyak juga yang datang dari luar kota,” ujar Suprih.
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait