Sementara itu, panitia PTSL Desa Gubug, ngotot menolak untuk mengembalikan secara utuh. Uang tersebut akan dipotong sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah per sertifikat sebagai pengganti biaya operasional selama ini.
“ Saya tegaskan sekali lagi uang iuran tidak bisa dikembalikan secara utuh dan akan kita potong dua ratus lima puluh ribu rupiah untuk biaya operasional, “ucap Hadi Santoso, mantan kades Gubug.
Anisa, bendahara PTSL desa gubug, grobogan, jawa tengah, menjelaskan bahwa saat itu ada sekitar tiga ratus warga yang mendaftarkan untuk ikut dalam program ptsl, namun belum terselesaikan. Karena sebagian besar sudah bersertifikat sehingga tidak bisa diproses oleh pihak badan pertanahan nasional.
“Untuk uang yang disetorkan warga ke saya sudah saya serahkan ke pak Sekdes, ada kok kwitansinya senilai lima ratus ribu rupiah. Kalau uang selebihnya itu saya tidak tahu kalau diserahkan ke siapa. Jadi saya hanya membantu pak Sekdes waktu itu dan saya sudah purna atau pensiun,” jelas Anisa.
Uang yang telah diterima oleh bendahara kemudian diserahkan ke sekretaris dengan dengan bukti kwitansi penyerahan senilai lima ratus ribu rupiah. Warga mengaku selain ditarik uang iuran oleh bendahara desa sebesar lima ratus ribu rupiah, mereka juga ditarik iuran oleh panitia PTSL lainnya dengan nominal antara satu juta hingga dua setengah juta rupiah tanpa kwitansi dengan alasan untuk mempercepat proses pembuatan sertifikat.
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait