Guru Besar UGM Sebut Korupsi Kepala Daerah Dipicu Mahalnya Biaya Politik
SLEMAN, iNewsboyolali.id - Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Gabriel Lele menyebut maraknya keterlibatan kepala daerah dalam korupsi tidak dapat dilepaskan dari mahalnya biaya politik saat proses pencalonan. Banyak kandidat harus merogoh kocek pribadi karena dukungan finansial partai tidak sepenuhnya mencukupi.
“Mayoritas pembiayaan pencalonan ditanggung sendiri oleh kandidat, bukan oleh partai,” ujarnya, Senin (8/12/2025).
Selama periode Agustus hingga November 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setidaknya menangkap tiga kepala daerah, baik gubernur maupun bupati. Ironisnya, para pejabat tersebut belum genap satu tahun menduduki jabatannya. Sejak 2004 hingga 2024, tercatat 167 kepala daerah telah diproses hukum atas kasus serupa.
“Pemerintah sebenarnya telah berupaya menekan peluang korupsi dengan memperbaiki sistem kepartaian menuju model partai kader yang lebih ideologis dan memiliki anggota tetap,” katanya.
Menurutnya, keberhasilan pencegahan korupsi tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah maupun partai politik. Kesadaran masyarakat dalam memilih pemimpin berdasarkan program dan rekam jejak dinilai sangat penting. Gabriel menegaskan bahwa politik uang seperti “serangan fajar” harus ditolak secara tegas oleh publik.
“Jika masyarakat berani menolak politik uang, partai politik pasti akan mempertimbangkan ulang praktik tersebut,” katanya.
Tantangan yang dihadapai saat ini pendidikan politik masyarakat masih rendah. Sebagian besar warga hidup dalam kondisi miskin dan memiliki keterbatasan akses pendidikan, kecenderungan memilih berdasarkan insentif jangka pendek akan terus terjadi.
“Masyarakat harus sadar bahwa suara mereka berharga dan hanya boleh diberikan kepada calon yang memiliki visi dan program yang jelas,” tuturnya.
Gabriel juga menyampaikan keraguannya terhadap efektivitas pengawasan pemilu jika tidak diikuti penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran. Pencegahan lebih penting daripada mengandalkan mekanisme pengawasan yang kredibilitasnya masih lemah.
“Saya tetap menaruh harapan pada rakyat, bukan pada pemimpinnya,” tegasnya.
Editor : Tata Rahmanta