FGD FT UNS Bongkar Tantangan Berat Industri Alat Kesehatan Nasional

SOLO, iNewsBoyolali.id – Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo memperkuat perannya dalam mendukung kemandirian industri alat kesehatan nasional. Dukungan tampak dalam dua peta jalan, yakni tropical herbal medicine dan biomedical engineering.
“Keduanya merupakan kontribusi UNS bagi kemandirian kesehatan Indonesia. Gagasan tropical herbal medicine untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor obat. Gagasan biomedical engineering juga telah memberikan bukti hilirisasi alat-alat kesehatan dari FT UNS,” kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, Internasionalisasi, dan Informasi UNS, Prof. Irwan Trinugroho, S.E., M.Sc., Ph.D saat Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Inovasi Alat Kesehatan Nasional: Analisis Komprehensif Kendala, Tantangan, dan Peluang, Rabu (8/10/2025).
FGD yang digelar merupakan hasil kolaborasi antara FT UNS, Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI), dan Himpunan Pengembangan Ekosistem Alat Kesehatan Indonesia (HIPELKI). Acara diselenggarakan di Ruang Multimedia Gedung IV FT UNS.
Tujuannya adalah untuk membahas kondisi terkini, tantangan, serta strategi memperkuat rantai pasok alat kesehatan dari hulu ke hilir. Kolaborasi lintas sektor ini menjadi langkah konkret dalam mendukung kebijakan nasional untuk mempercepat pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri yang tangguh dan berdaya saing.
Dekan FT UNS, Prof. Dr. Ir. Wahyudi Sutopo, S.T., M.Si., IPU menyoroti pentingnya penguatan struktur rantai pasok industri alat kesehatan. Menurutnya, masih terdapat berbagai tantangan yang perlu diatasi, seperti dominasi produk impor, ketimpangan izin edar, serta keterbatasan infrastruktur riset dan produksi.
Ia menyebutkan bahwa meskipun kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) telah diterapkan, penguatan tier dalam rantai pasok belum berjalan optimal. Data menunjukkan bahwa pada periode 2019–2020, produk impor masih mendominasi e-Katalog hingga 88 persen, sementara produk lokal dengan sertifikasi TKDN tinggi baru mencapai 14,37 persen pada 2023.
Jumlah izin edar produk impor juga jauh lebih banyak dibandingkan produk lokal, yakni 54.217 berbanding 14.208. Kondisi tersebut menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih tepat sasaran untuk memperkuat kemandirian nasional.
“Fakultas Teknik UNS berkomitmen aktif dalam memperkuat ketahanan industri alat kesehatan nasional, termasuk menyiapkan SDM unggul di bidang riset teknologi biomedis. Sebagai langkah nyata, FT UNS akan menginisiasi Prodi Teknik Biomedik sebagai kelanjutan dari telah berdirinya Pusat Studi Teknologi Biomedis di LPPM UNS,” ujar Prof. Wahyudi.
Ketua Umum HIPELKI, dr. Randy H. Teguh, M.M menyampaikan bahwa industri alat kesehatan sangat membutuhkan inovasi berkelanjutan agar mampu menjawab kebutuhan dunia kesehatan dan memperkuat kemandirian nasional. Menurutnya, alat kesehatan merupakan produk yang sangat padat teknologi dan terdiri atas berbagai jenis serta komponen. Karena itu, inovasi harus terus didorong, baik dalam bentuk produk jadi, komponen, maupun teknologi pendukungnya.
dr. Randy juga mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2025 yang memberikan pengakuan terhadap investasi kekayaan intelektual dalam perhitungan TKDN. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah positif yang dapat mempercepat tumbuhnya inovasi dalam industri alat kesehatan nasional.
“Inovasi alat kesehatan tidak akan mengalami kemajuan yang nyata bila lembaga pendidikan tidak terlibat secara aktif di dalamnya. Lembaga pendidikan dan industri merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam ekosistem alat kesehatan dan harus dibangun secara bersama-sama,“ ujar dr. Randy.
Dalam kesempatan yang sama, Imam Subagyo dari ASPAKI menyampaikan bahwa kondisi industri alat kesehatan nasional saat ini menghadapi tantangan berat akibat efisiensi belanja pemerintah dan dominasi produk impor. Industri alat kesehatan dalam negeri menghadapi beberapa tantangan serius, mulai dari efisiensi belanja pemerintah yang menyebabkan penyusutan pangsa pasar lokal dan penurunan dukungan terhadap produk alat kesehatan dalam negeri, dominasi produk impor, dan perubahan regulasi akibat dari tekanan perang dagang.
"Di saat pasar dalam negeri melemah, kita harus mampu bersaing di pasar ekspor dan inovasi merupakan kunci utama dalam meningkatkan daya saing," ujar Imam Subagyo.
Pakar kebijakan kesehatan, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), turut menegaskan pentingnya kesiapan industri menghadapi ketidakpastian regulasi dan perubahan ekonomi global. Menurutnya, kemampuan inovasi sangat bergantung pada stabilitas kebijakan, pengembangan infrastruktur riset, serta dukungan finansial dan kebijakan publik yang berkesinambungan.
Selain itu, Prof. Ir. Ubaidillah, S.T., M.Sc., Ph.D., IPM., Ketua Prodi Teknik Mesin FT UNS, menjelaskan bahwa Permenperin No. 35 Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam memperkuat industri alat kesehatan. Regulasi ini memberikan insentif tambahan hingga 20 persen untuk kegiatan penelitian dan pengembangan serta 25 persen untuk investasi, yang menandai pergeseran paradigma bahwa TKDN kini juga menghargai kontribusi brainware atau pengetahuan.
FGD ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis untuk mendorong pertumbuhan inovasi alat kesehatan nasional. Rekomendasi tersebut mencakup penguatan tier rantai pasok melalui kolaborasi antara industri, akademisi, pemerintah, bisnis, dan masyarakat; reformasi regulasi dan insentif bahan baku lokal; perbaikan distribusi; serta percepatan kemandirian nasional melalui pengembangan SDM dan sinergi lintas sektor.
Dengan terselenggaranya FGD ini, Fakultas Teknik UNS menunjukkan perannya sebagai penggerak dalam memperkuat industri alat kesehatan nasional. Melalui riset, inovasi, dan kolaborasi, UNS berkomitmen mendukung terwujudnya kemandirian bangsa dalam bidang alat kesehatan serta berkontribusi nyata bagi pembangunan sektor kesehatan Indonesia yang berkelanjutan.
Editor : Tata Rahmanta