UMS Kembangkan Kampung Wakaf Air di Sragen, Atasi Krisis Air Bersih di Pegunungan

SOLO, iNewsBoyolali.id - Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengembangkan program Kampung Wakaf Air di Dusun Dlisen, Kadipiro, Sambirejo, Kabupaten Sragen. Program sebagai komitmen dalam pengabdian masyarakat melalui Pengabdian Masyarakat Persyarikatan/AUM/Desa Binaan (P2AD).
Program ini tak hanya menjawab krisis air bersih di daerah pegunungan, tetapi juga memperkenalkan inovasi pengelolaan air berbasis teknologi dan pemberdayaan warga. Program diinisiasi Fakultas Geografi UMS dan mendapatkan pendanaan dari Direktorat Riset, Pengabdian kepada Masyarakat, Publikasi, dan Sentra KI (DRPPS) UMS.
Fakultas Geografi UMS juga menggandeng Lazismu Sragen, PCM Sambirejo, dan Paguyuban Ambiya’30, dengan memperkenalkan sistem air bersih mandiri berbasis wakaf produktif.
“Inovasi utama terletak pada penggunaan sistem ozoniser dan tangki stainless, yang berfungsi mensterilkan air secara aman dan ramah lingkungan tanpa bahan kimia berbahaya,” ungkap Ketua Pelaksana, Jumadi, S.Si., M.Sc., Ph.D, Kamis (7/8/2025).
Jumadi mengatakan, teknologi itu dipilih lantaran lebih efisien dan mampu menjaga kualitas air dari kontaminasi bakteri. Program ini pun menjadi solusi nyata bagi warga Dusun Dlisen dengan topografi ledok (cekung) yang selama ini kesulitan mendapatkan akses air minum layak yang tidak memungkinkan PDAM menjangkau wilayah tersebut.
Program ini dimulai dengan riset kualitas air oleh tim dosen dan mahasiswa. Salah satu sumber air dinyatakan layak konsumsi setelah melalui uji laboratorium, lalu dipetakan dan dirancang distribusinya. Infrastruktur awal pun dibangun dengan pendanaan dari Lazismu Sragen serta gotong royong masyarakat setempat.
Serah terima fasilitas air minum dilakukan bersama warga dan mitra pendukung program pada telah dilaksnakan pada 30 Juli 2025. Air yang dihasilkan dikemas dengan merek lokal “Enbia”, menandai langkah awal lahirnya produk air minum higienis berbasis komunitas.
“Kami ingin Kampung Wakaf Air ini tidak hanya menyediakan air bersih, tetapi juga menjadi model kemandirian ekonomi dan sosial masyarakat,” ungkap Jumadi.
Ia juga menambahkan, pendekatan spiritual turut diperkuat dengan mengaitkan program ini pada semangat berbagi dalam bentuk wakaf produktif.
Jumadi yang juga sebagai Dekan Fakultas Geografi UMS menyebut, program itu melibatkan mahasiswa secara aktif dalam pemetaan dan implementasi, menjadikan pengabdian ini sekaligus sebagai ruang belajar langsung di tengah masyarakat. Bahkan, sistem pengelolaan air juga dirancang berkelanjutan melalui paguyuban warga yang dibina PCM dan Lazismu.
Seiring berjalannya waktu, Kampung Wakaf Air mulai menunjukkan dampak sosial-ekologis. Masyarakat menjadi lebih sadar menjaga sumber air dan semangat gotong royong pun tumbuh dalam pengelolaan sistem air mandiri (PAMMU).
“Fakultas Geografi UMS menyatakan kesiapannya mengembangkan model ini ke wilayah lain yang mengalami krisis serupa. Saat ini, daerah seperti Wonogiri dan Boyolali sudah mulai menjalin komunikasi awal untuk penerapan program serupa,” tuturnya.
Kampung Wakaf Air menjadi bukti bahwa sinergi antara kampus, lembaga zakat, dan masyarakat mampu menghadirkan solusi konkret atas masalah mendasar seperti air bersih. UMS kembali membuktikan perannya sebagai “Kampus Berdampak” yang menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi secara nyata dan berkelanjutan.
Editor : Tata Rahmanta