JEPARA, iNewsPantura.id – Sebanyak puluhan jemaah haji asal Jepara dilaporkan gagal menunaikan prosesi wukuf di Arafah akibat tersangkut razia ketat yang dilakukan oleh otoritas Arab Saudi. Mereka diketahui masuk ke Tanah Suci menggunakan jalur nonresmi dengan visa di luar kategori haji.
Informasi tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, yang tengah berada di Arab Saudi untuk menjalankan tugas pengawasan pelaksanaan haji tahun 2025. Dalam keterangan via sambungan telepon, Selasa (10/6/2025), Wachid menegaskan bahwa para jemaah tersebut tidak memiliki dokumen resmi seperti Nusuk, barcode khusus jemaah legal yang menjadi syarat utama akses ke wilayah Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).
“Ketika hendak melewati pos pemeriksaan menuju Arafah, mereka langsung terhalang karena tidak bisa menunjukkan Nusuk. Sebagian bahkan diamankan dan dibuang ke luar wilayah ibadah seperti Jeddah atau Madinah,” kata Abdul Wachid.
Jumlah jemaah dari Jepara yang terdampak diperkirakan mencapai 40 orang. Sementara dari wilayah lain seperti Kudus dan Demak, angkanya serupa. Bila dihitung secara nasional, jemaah Indonesia yang masuk menggunakan jalur tidak resmi tahun ini bisa mencapai ratusan ribu orang.
Sebagian besar dari mereka berangkat melalui travel tidak resmi yang menawarkan “paket haji murah” dengan harga berkisar Rp150 juta hingga Rp250 juta. Padahal, menurut Abdul Wachid, angka tersebut jauh dari realistis untuk menjalani ibadah haji sesuai ketentuan Arab Saudi.
“Biaya haji resmi bahkan haji furoda saja bisa mendekati Rp1 miliar. Kalau ada biro menjanjikan berangkat dengan tarif jauh lebih murah, itu patut dicurigai,” ujarnya.
Abdul Wachid juga memaparkan bahwa pemerintah Arab Saudi tahun ini menerapkan pengamanan berlapis di seluruh jalur masuk ke Makkah dan Armuzna. Tak hanya pos pemeriksaan fisik dengan petugas bersenjata, sistem deteksi juga diperkuat melalui pemantauan drone yang beroperasi 24 jam nonstop.
“Bahkan warga mukimin (WNI yang tinggal lama di Arab Saudi) pun tidak bisa masuk jika tidak memiliki Nusuk. Pemeriksaan sangat ketat dan mustahil ditembus jika tidak memenuhi prosedur,” tambahnya.
Indonesia sendiri tahun ini mendapat kuota 221.000 jemaah, yang terbagi dalam 203 ribu jemaah reguler dan 17 ribu jemaah khusus. Semua jemaah legal telah dibekali dokumen resmi, termasuk Tasreh dan barcode Nusuk, serta mendapatkan fasilitas akomodasi dan pelayanan dari pemerintah RI.
Wachid mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur oleh tawaran dari biro perjalanan yang menjanjikan bisa memberangkatkan haji tanpa harus mengikuti jalur resmi. Menurutnya, upaya penindakan harus ditingkatkan agar praktik semacam ini tidak terus berulang.
“Kami sudah menyarankan agar travel-travel seperti ini segera diblokir atau dicabut izinnya oleh Kementerian Agama. Ini penting demi perlindungan calon jemaah itu sendiri,” tegas Ketua Panja Haji 2025 itu.
Sebagai bentuk antisipasi, ia juga berencana menggandeng pemerintah daerah, DPRD, dan Forkopimda di daerah-daerah asal jemaah seperti Jepara, untuk mengintensifkan sosialisasi agar masyarakat tidak terjebak dalam praktik ilegal tersebut.
Mengakhiri keterangannya, Abdul Wachid mengimbau masyarakat untuk tetap bersabar dan menempuh jalur resmi dalam menunaikan ibadah haji. Ia optimistis bahwa dengan rencana penambahan kuota global yang ditargetkan pemerintah Arab Saudi, Indonesia juga akan mendapatkan peningkatan kuota signifikan di masa mendatang.
“Saat ini kuotanya baru 1,8 juta jemaah dari seluruh dunia. Jika target 5 juta jemaah tercapai, Indonesia bisa mendapatkan hingga 500 ribu kuota. Maka dari itu, sabar adalah pilihan terbaik,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, revisi UU Haji tengah disiapkan oleh DPR untuk menyesuaikan dengan regulasi baru Arab Saudi, demi memastikan ibadah haji berlangsung tertib, aman, dan nyaman, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Editor : Tata Rahmanta
Artikel Terkait